:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/2523097/original/072242400_1544599817-thailand.jpg)
Liputan6.com, Bangkok – Mantan menteri pertahanan Thailand Phumtham Wechayachaiditunjuk sebagai penjabat perdana menteri pada Kamis (3/7/2025).
Phumtham yang berusia 71 tahun berhasil menanjak ke panggung politik dari peran bisnisnya di dalam kerajaan usaha milik Thaksin Shinawatra—tokoh pendiri dinasti politik yang telah mendominasi politik Thailand selama beberapa dekade.
Phumtham pernah menjabat sebagai menteri pertahanan dan menteri perdagangan, serta sebelumnya juga pernah menjabat sebagai penjabat perdana menteri tahun lalu.
Pada Kamis, dia dilantik sebagai wakil perdana menteri dan menteri dalam negeri—menjadikannya kembali sebagai penjabat perdana menteri, setelah putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, ditangguhkan dari jabatannya.
Pemerintah Thailand dalam pernyataan di media sosial menyampaikan bahwa kabinet baru menyetujui peran Phumtham sebagai penjabat perdana menteri dalam rapat pertamanya. Demikian seperti dilansir CNA.
Sebelum dicopot, Paetongtarn telah menunjuk dirinya sendiri sebagai menteri kebudayaan dalam kabinet baru, yang berarti dia tetap mempertahankan posisinya di jajaran atas kekuasaan.
Pergantian kepemimpinan yang silih berganti ini terjadi di tengah upaya kerajaan untuk memulihkan ekonomi yang lesu dan mengamankan kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS), guna menghindari ancaman tarif sebesar 36 persen dari Presiden Donald Trump.
Big Comrade
Lahir di daerah pinggiran Bangkok, Phumtham dijuluki “Auan” yang berarti “gendut”, oleh orang tuanya.
Dia meraih gelar sarjana ilmu politik dari salah satu universitas terbaik di Thailand dan bergabung dalam gerakan mahasiswa yang turun ke jalan pada 1976 untuk menentang kembalinya diktator militer Thanom Kittikachorn.
Julukan masa kecilnya terasa bertolak belakang dengan penampilannya dalam sebuah foto hitam-putih dari aksi protes, yang menunjukkan wajahnya yang tirus sambil menggenggam naskah pidato dan mikrofon di tangan.
Pemberontakan tersebut berakhir dengan penumpasan berdarah yang dikenal sebagai “Pembantaian Thammasat”, yang menewaskan sedikitnya 40 mahasiswa dan hingga kini dikenang sebagai salah satu tragedi politik paling kelam dalam sejarah Thailand.
Perkiraan tidak resmi menyebutkan jumlah korban bisa mencapai 500 orang karena aparat menggunakan peluru tajam untuk membubarkan unjuk rasa.
Mahasiswa dari universitas-universitas elite Thailand kemudian melarikan diri ke hutan untuk bergabung dengan gerakan-gerakan gerilya.
Ketika Phumtham menjabat sebagai menteri pertahanan tahun lalu, dia diinterogasi oleh kalangan konservatif dan kelompok pro-militer yang menuduhnya sebagai anggota resmi partai komunis.
“Saya pergi untuk menghindari kekerasan,” tegasnya. “Bukan hanya saya—ada banyak mahasiswa lain juga.”
Meski berulang kali membantah, keterkaitannya dengan gerakan tersebut tetap membuatnya dijuluki “Big Comrade”.
Sejak masa mudanya yang dikenal vokal dan radikal, reputasi Phumtham kini telah berubah. Dia kini dikenal sebagai sosok yang tenang dan diplomatis.
Dia kembali menjabat sebagai penjabat perdana menteri setelah Mahkamah Konstitusi menangguhkan Paetongtarn karena tengah menghadapi penyelidikan etik—proses yang diperkirakan bisa berlangsung berbulan-bulan.
Dalam masa jeda singkat antara keputusan pengadilan dan pelantikan Phumtham melalui perombakan kabinet, Menteri Transportasi Suriya Jungrungreangkit sempat menjabat sebagai penjabat perdana menteri.
Pemicu Krisis Politik
Kenaikan Phumtham mencerminkan perjalanan politik Thaksin, yang selama bertahun-tahun membangun dinasti politik lewat sejumlah partai yang dipimpin atau dikendalikan keluarganya—berhadapan dengan kekuatan pro-monarki dan pro-militer sejak awal 2000-an.
Pada 1990-an, Phumtham bekerja di Shin Corp—perusahaan telekomunikasi yang didirikan Thaksin—sebelum benar-benar terjun ke politik pada 2001.
Dia menjabat sebagai wakil sekretaris jenderal partai Thai Rak Thai (Thais Love Thais), yang didirikan oleh Thaksin, dan diangkat menjadi wakil menteri transportasi pada 2005.
Setelah Thaksin digulingkan dalam kudeta, partai tersebut dibubarkan dan Phumtham dikenai larangan berpolitik selama lima tahun.
Namun, gerakan tersebut tetap menjadi kekuatan yang berpengaruh, dengan saudara perempuan dan ipar Thaksin sama-sama pernah menjabat sebagai perdana menteri.
Paetongtarn sendiri diangkat pada Agustus dengan dukungan dari Partai Pheu Thai yang juga merupakan partai keluarga tersebut.
Phumtham, yang dianggap sebagai orang kepercayaan Thaksin, tampak mendampingi Paetongtarn saat dia memberikan konferensi pers pertamanya sebagai pemimpin.
Meskipun kini menggantikan posisi Paetongtarn, Phumtham telah memberi sinyal bahwa dirinya tetap setia pada dinasti Shinawatra dan mengatakan kepada para jurnalis bahwa dia percaya Paetongtarn akan lolos dari penyelidikan.
Paetongtarn tersandung persoalan atas sengketa wilayah yang telah berlangsung lama antara Thailand dan Kamboja, yang memanas menjadi bentrokan lintas batas pada Mei lalu dan menewaskan satu tentara Kamboja.
Dalam panggilan telepon dengan Presiden Senat Kamboja Hun Sen, Paetongtarn menyapanya dengan sebutan “paman” dan menyebut salah satu komandan militer Thailand sebagai “lawan”. Rekaman percakapan itu bocor ke publik dan memicu kontroversi luas.
Kebocoran rekaman telepon tersebut memicu kemarahan publik dan menyebabkan sebuah partai konservatif menarik diri dari koalisi pemerintahan Paetongtarn. Mereka menuduh Paetongtarn tunduk pada Kamboja dan melemahkan posisi militer, sehingga mendorong terjadinya perombakan kabinet.
Mahkamah Konstitusi menyatakan terdapat alasan yang cukup untuk mencurigai bahwa Paetongtarn melanggar etika dalam sengketa tersebut.