:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5188534/original/093762200_1744696835-Untitled.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Presiden China Xi Jinping melakukan lawatan ke tiga negara ASEAN mulai dari Senin (14/4/2025) hingga Jumat (18/4). Kunjungannya berlangsung di tengah eskalasi perang dagang yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Tiga negara ASEAN yang dikunjungi Xi Jinping adalah Vietnam, Malaysia, dan Kamboja. Pertanyaan pun muncul, mengapa Xi Jinping melewatkan Indonesia?
“Saya menduga, rencana kunjungan itu sudah lama diagendakan, bukan karena urusan tarif. Hubungan ekonomi China dengan Vietnam dan Kamboja kan memang sedang meningkat pesat. Kalau Malaysia, saya kira, di samping hubungan ekonomi yang erat, juga karena faktor Malaysia sebagai ketua ASEAN 2025,” ujar Senior Fellow Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta Rizal Sukma kepada Liputan6.com.
“Sudah lama juga tidak ada pemimpin China yang mengunjungi Malaysia dan Kamboja. So it’s about time.“
Rizal menggarisbawahi meski tidak mengunjungi Indonesia, namun Presiden Prabowo Subianto dan Xi Jinping tetap menjalin komunikasi.
“Presiden Prabowo sudah telpon-telponan sama Xi Jinping,” ungkap Rizal, merujuk pada laporan Xinhua bahwa keduanya saling bertukar ucapan selamat atas peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-China pada Minggu (13/4).
Rizal, yang juga mantan duta besar Republik Indonesia untuk Inggris, Irlandia, dan Organisasi Maritim Internasional (IMO), menambahkan, “Presiden Prabowo sendiri sudah dua kali bertemu dengan Presiden Xi Jinping tahun lalu.”
“Exchanges di antara kedua negara cukup erat dan sering, sejalan dengan semakin dalamnya kerja sama kedua negara.”
Dosen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada, Randy W. Nandyatama menilai ada sejumlah alasan mengapa Indonesia tidak masuk dalam agenda kunjungan Xi Jinping.
“Pertama, soal waktu. Presiden Prabowo baru saja bertemu Presiden Xi Jinping akhir tahun lalu. Dan Presiden Xi Jinping juga sudah berkunjung ke Indonesia di tahun 2022 lalu. Jadi, dari aspek waktu interaksi antarnegara sudah cukup rutin,” tutur Randy saat dihubungi Liputan6.com.
“Kedua, tentu saja soal potensi dan simbolisasi. Malaysia merupakan ketua ASEAN tahun ini, jadi ada simbolisasi di sana. Kamboja merupakan negara di Asia Tenggara yang paling dekat secara politik dan Vietnam merupakan negara yang mendapat kesamaan menjadi target tarif tinggi.”
Pesan lain, yang menurut Randy ingin didorong melalui kunjungan Xi Jinping, adalah pentingnya meningkatkan intensitas perdagangan dan juga perluasan pasar di luar AS.
“Meskipun demikian harus diakui juga, negara-negara semacam Vietnam dan Kamboja mendapat tarif tinggi dari AS karena menjadi tempat China mengirimkan barang ke negara tersebut dan kemudian ke AS (sebagai upaya penghindaran atas barang China). Presiden Xi Jinping tampaknya memahami hal tersebut dan mencoba membina hubungan baik dengan mereka,” kata Randy.
Mengutip Reuters, ini merupakan kunjungan kedua Presiden Xi Jinping ke Vietnam dalam 18 bulan terakhir. Sementara itu, terakhir kali dia mengunjungi Kamboja adalah sembilan tahun lalu dan Malaysia 12 tahun lalu.
Ketiga negara ini, menurut laporan CNN, dalam beberapa tahun terakhir telah menjalin hubungan perdagangan dan investasi yang semakin erat dengan China.
Adapun kunjungan terakhir Xi Jinping ke Indonesia adalah pada 2022 saat KTT G20 Bali.
Reaksi Trump atas Kunjungan Xi Jinping ke Vietnam
… Selengkapnya
Xi Jinping, dalam pertemuan bersama para pemimpin puncak Vietnam pada Senin, juga menekankan pentingnya kerja sama antara kedua negara untuk menjaga stabilitas sistem perdagangan bebas global serta kelancaran rantai industri dan pasokan. Hal ini disampaikan melalui pernyataan resmi yang dirilis oleh kantor berita pemerintah Tiongkok, Xinhua.
“Pasar besar China selalu terbuka untuk Vietnam,” ujar Xi Jinping seperti dikutip Xinhua. “China dan Vietnam harus memperkuat fokus strategis dan bersama-sama menentang perundungan sepihak.”
Xi Jinping juga menggambarkan pentingnya solidaritas regional dalam menghadapi ketidakpastian global.
“Perahu kecil dengan satu layar tidak akan mampu menahan gelombang badai,” kata dia. “Hanya dengan bekerja bersama, kita bisa berlayar dengan stabil dan mencapai tujuan yang jauh.”
Kunjungan Xi Jinping dilakukan hanya beberapa hari setelah Trump mengumumkan penghentian sementara tarif resiprokal terhadap sebagian besar negara selama 90 hari — yang secara efektif memfokuskan kembali tekanan perang dagangnya langsung kepada China.
Saat perang tarif antara AS dan China mencapai titik tertinggi, negara-negara Asia Tenggara mulai merasa terjepit, khawatir menjadi korban tambahan dalam perseteruan dua raksasa ekonomi dunia. Tarif AS yang kini ditangguhkan sebelumnya menghantam keras negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja, dengan tarif masing-masing mencapai 46 persen dan 49 persen.
Menangkap kegelisahan ini, Xi Jinping dinilai berupaya memosisikan China sebagai pihak yang stabil di tengah ketidakpastian. Dia menggambarkan negaranya sebagai mitra yang konsisten dan pendukung perdagangan global.
Namun, walaupun negara-negara di ASEAN menyambut hangat kehadiran Xi Jinping, para analis memperingatkan bahwa mereka harus berhati-hati agar tidak terlihat terlalu berpihak pada China — risiko yang dapat memperumit hubungan mereka sendiri dengan AS, terutama dalam negosiasi lanjutan mengenai tarif.
Presiden Trump sendiri memberikan tanggapan mengenai pertemuan antara Xi Jinping dan Presiden Vietnam To Lam. Dia menyindir pertemuan tersebut sebagai sesuatu yang merugikan AS.
“Saya tidak menyalahkan China. Saya juga tidak menyalahkan Vietnam,” kata Trump seperti dikutip dari CNN. “Itu hanyalah pertemuan biasa—di mana mereka berusaha mencari cara, ‘Bagaimana kita bisa mengakali Amerika Serikat?’ Ingat, Uni Eropa sendiri dulu dibentuk untuk tujuan yang sama.”
Diplomasi Bambu
… Selengkapnya
Vietnam menjadi negara Asia Tenggara yang paling banyak mengimpor barang dari China pada tahun 2024, dengan nilai mencapai USD 161,9 miliar. Posisi kedua ditempati oleh Malaysia, yang mengimpor barang China senilai USD 101,5 miliar.
Memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara dinilai juga bisa membantu China mengurangi dampak dari penutupan pasar AS, yang tahun lalu merupakan penerima tunggal terbesar produk ekspornya.
China dan Vietnam, yang keduanya dipimpin oleh Partai Komunis, telah memiliki kemitraan strategis komprehensif. Ini merupakan level tertinggi dalam hubungan diplomatik Vietnam dengan negara lain.
Vietnam sendiri telah lama menerapkan pendekatan “diplomasi bambu” – berupaya menjaga hubungan baik dengan China maupun AS.
Meski memiliki hubungan ekonomi yang erat, namun Vietnam disebut juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan AS terhadap sikap China yang semakin agresif di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya.
Dalam artikel opininya pada Senin, Presiden Xi Jinping menegaskan bahwa China dan Vietnam bisa menyelesaikan sengketa melalui dialog.
“Kita harus mengelola perbedaan dengan baik dan menjaga perdamaian serta stabilitas di kawasan kita,” tulis Xi.
“Dengan pandangan yang jauh ke depan, kita sepenuhnya mampu menyelesaikan isu-isu maritim secara tepat melalui konsultasi dan negosiasi.”
Sementara itu, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh dalam artikel opininya di portal berita pemerintah menyampaikan, “Upaya bersama untuk mengendalikan dan menyelesaikan perbedaan secara memuaskan … adalah faktor penstabil penting di tengah situasi internasional dan regional yang kompleks dan tidak menentu saat ini.”
Setelah mengunjungi Vietnam, Presiden Xi Jinping akan melanjutkan kunjungan kenegaraannya ke Malaysia mulai Selasa hingga Kamis.
Menteri Komunikasi Malaysia Fahmi Fadzil mengatakan bahwa kunjungan Xi Jinping adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat hubungan dagang dengan berbagai negara, termasuk China.
Selanjutnya, Xi Jinping akan bertolak ke Kamboja pada Kamis — salah satu sekutu China paling setia di Asia Tenggara, di mana Beijing telah memperluas pengaruhnya dalam beberapa tahun terakhir.
China dan Vietnam, seperti dilaporkan The Guardian, menandatangani 40 perjanjian di berbagai sektor dalam rangka kunjungan Xi Jinping. Perjanjian tersebut, menurut Wakil Perdana Menteri Vietnam Bui Thanh Son, mencakup kerja sama untuk mengembangkan jaringan kereta Vietnam.