:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1165104/original/017289100_1457436809-galaksi_terjauh.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Para astronom menemukan galaksi “mati” paling jauh dan tertua yang pernah terdeteksi. Para ilmuwan menggunakan teleskop luar angkasa James Webb (JWST) dalam penelitian ini.
Melansir laman Live Science pada Kamis (17/04/2025), dalam dunia astronomi, istilah “mati” tidak berarti galaksi tersebut lenyap, melainkan berhenti membentuk bintang baru. Galaksi seperti ini disebut sebagai galaksi quiescent atau quenched.
Mereka tidak lagi memiliki gas dan debu yang cukup untuk menciptakan bintang-bintang baru. Umumnya, galaksi mati terlihat merah karena hanya menyisakan bintang tua yang kecil dan dingin.
Galaksi mati berkebalikan dari galaksi aktif yang didominasi bintang muda yang panas dan biru. Dalam citra JWST, galaksi seperti ini dijuluki “Little Red Dots”, alias “titik merah kecil”.
Galaksi mati baru ditemukan ini memiliki nama resmi RUBIES-UDS-QG-z7. Cahaya dari galaksi ini telah menempuh perjalanan selama 13 miliar tahun hingga mencapai bumi.
Artinya, kita melihat galaksi ini dalam kondisi saat alam semesta baru berusia 700 juta tahun. Sangat awal dibandingkan usia alam semesta saat ini yang diperkirakan sekitar 13,8 miliar tahun.
RUBIES-UDS-QG-z7 telah membentuk bintang seberat 15 miliar massa matahari. Kemudian, galaksi ini berhenti membentuk bintang sebelum alam semesta mencapai usia 700 juta tahun.
Galaksi ini menjadi galaksi quiescent masif paling jauh yang pernah ditemukan hingga kini. Keberadaannya menantang pemodelan evolusi galaksi yang selama ini digunakan oleh para ilmuwan.
Saat ini, simulasi kosmologis hanya memperkirakan jumlah galaksi seperti ini sebanyak 1 dari 100 galaksi yang ada. Jauh lebih sedikit dibandingkan kenyataan yang ditunjukkan oleh penemuan ini.
Biasanya, galaksi masif mati ditemukan di sekitar lingkungan galaksi Bima Sakti yang sudah tua. Namun, menemukan galaksi seperti RUBIES-UDS-QG-z7 di masa alam semesta yang begitu muda mengejutkan bagi para ilmuwan.
Pembentukan Bintang Cepat
Menurut studi yang diterbitkan jurnal The Astrophysical Journal pada 1 April 2025, galaksi ini kemungkinan besar mengalami pembentukan bintang yang sangat cepat dan efisien dalam waktu singkat. Proses ini bisa terjadi jika sejumlah besar gas dan debu kosmis terkonsentrasi di area kecil, memungkinkan bintang-bintang terbentuk dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
RUBIES-UDS-QG-z7 sudah berhenti membentuk bintang 50 hingga 100 juta tahun sebelum ia diamati, saat galaksi lain di era itu masih aktif berkembang. Salah satu keunikan galaksi ini dibandingkan Little Red Dots lainnya adalah tidak adanya tanda-tanda lubang hitam supermasif aktif (AGN).
Banyak titik merah kecil yang lain ternyata justru bersinar akibat aktivitas lubang hitam pusat yang sedang ‘memakan’ materi di sekitarnya. Namun, RUBIES-UDS-QG-z7 memancarkan cahayanya murni dari bintang-bintangnya.
Tim peneliti memperkirakan galaksi seperti RUBIES-UDS-QG-z7 mungkin hanya ada satu dari sejuta galaksi. Namun, angka ini masih belum pasti karena observasi baru mencakup area langit yang kecil.
Diperlukan lebih banyak data dari JWST di masa depan untuk mengonfirmasi kelangkaannya. Penelitian lanjutan akan dilakukan menggunakan Cycle 4 JWST dengan spektroskopi resolusi tinggi, guna menggali lebih dalam tentang unsur kimia dalam galaksi tersebut.
Selain itu, teleskop ALMA di Chile juga akan digunakan untuk mengamati kandungan gas dan debu galaksi ini melalui panjang gelombang yang lebih panjang, membantu merekonstruksi sejarah pembentukan bintang dari galaksi purba ini.
(Tifani)