:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1016846/original/046460800_1444535165-visualisasi_materi_gelap__dark_matter__-__Jonathon_Kambouris.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – FCC 224 merupakan sebuah galaksi ultra-difus yang terletak di tepi Gugus Fornax, sebuah kelompok galaksi yang berada sekitar 62 juta tahun cahaya dari bumi. Galaksi ini telah menarik perhatian para ilmuwan karena karakteristik uniknya, yakni hampir tidak mengandung materi gelap, suatu unsur yang selama ini dianggap sebagai komponen esensial dalam pembentukan dan evolusi galaksi.
Melansir laman Live Science pada Senin (05/05/2025), tim peneliti yang dipimpin oleh Maria Buzzo dari Swinburne University of Technology melakukan pengamatan mendalam terhadap pergerakan gugus-gugus bintang dalam FCC 224 dengan menggunakan Observatorium Keck di Hawaii, salah satu teleskop optik paling canggih di dunia. Mereka memfokuskan kajiannya pada kecepatan gerak dinamis gugus bintang yang tersebar di galaksi tersebut.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gugus-gugus bintang di FCC 224 bergerak dengan kecepatan yang relatif lambat. Dalam konteks dinamika galaksi, kecepatan ini menunjukkan tidak adanya tarikan gravitasi signifikan dari materi gelap.
Jika FCC 224 mengandung materi gelap dalam jumlah besar, maka gugus bintang seharusnya bergerak lebih cepat karena terdorong oleh massa tak terlihat tersebut. Fakta ini secara langsung bertentangan dengan model standar kosmologi, yaitu Lambda Cold Dark Matter (ΛCDM), yang menyatakan bahwa hampir semua galaksi memerlukan kerangka gravitasi berupa materi gelap agar dapat terbentuk dan bertahan stabil.
Untuk menjelaskan fenomena ini, para ilmuwan mengemukakan beberapa teori. Salah satu hipotesis menyebutkan bahwa FCC 224 mungkin terbentuk akibat tabrakan kosmik antara dua galaksi kaya gas dengan kecepatan tinggi.
Terpisah
Dalam peristiwa tersebut, materi gelap dan gas dapat terpisah karena mengalami gaya tarik dan dorong berbeda. Gas yang terlempar keluar kemudian mengalami pendinginan dan kolaps, membentuk gugus-gugus bintang baru tanpa didampingi oleh materi gelap.
Fenomena ini menciptakan galaksi baru yang terang namun secara gravitasi ringan. Menariknya, fenomena galaksi tanpa materi gelap bukan hanya ditemukan pada FCC 224.
Sebelumnya, para astronom juga mengidentifikasi dua galaksi ultra-difus lainnya, DF2 dan DF4, di kelompok galaksi NGC 1052 yang menunjukkan ciri serupa. Ketiga galaksi ini memiliki kesamaan dalam tingkat kerapatan bintang yang sangat rendah, membuatnya tampak seperti awan samar dalam ruang angkasa.
Dalam studi terbaru, FCC 240 juga muncul sebagai kandidat “kembaran” FCC 224. Galaksi ini memiliki ukuran, bentuk, dan orientasi serupa.
Jika pengamatan lebih lanjut mengonfirmasi kesamaan ini, maka skenario pembentukan galaksi tanpa materi gelap akibat tabrakan akan semakin mendapatkan dukungan ilmiah. Selain skenario tabrakan, teori alternatif lainnya mengemukakan bahwa FCC 224 terbentuk di lingkungan yang sangat dinamis dan penuh energi, di mana pembentukan bintang terjadi secara masif dalam waktu singkat.
Proses ini bisa menimbulkan dorongan gravitasi dan tekanan radiasi yang cukup kuat untuk mengusir materi gelap ke luar galaksi, atau membuatnya tersebar tidak merata hingga sulit dideteksi. Penemuan galaksi seperti FCC 224 menjadi titik kritis dalam kosmologi modern.
Ia tidak hanya menantang keberadaan dan peran materi gelap dalam pembentukan galaksi, tetapi juga membuka peluang bahwa terdapat kelas baru galaksi ultra-difus yang terbentuk tanpa atau dengan sangat sedikit materi gelap. Jika populasi galaksi semacam ini ternyata umum di alam semesta, maka kita harus merevisi ulang sebagian besar pemahaman tentang evolusi struktur kosmik.
Dalam beberapa tahun ke depan, para ilmuwan berharap dapat melakukan pengamatan lebih lanjut menggunakan teleskop ruang angkasa seperti James Webb Space Telescope (JWST) dan observatorium radio besar seperti Square Kilometre Array (SKA) untuk memperdalam studi ini.
(Tifani)