:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1138462/original/076365300_1455183950-galaksi_baru.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Para ilmuwan telah menemukan salah satu galaksi yang diduga terkecil yang pernah terdeteksi di alam semesta baru-baru ini. Galaksi yang diberi nama resmi UMa3/U1 ini benar-benar sangat kecil, baik dari segi ukuran fisik maupun jumlah bintangnya.
Ukuran UMa3/U1 hanya sekitar 20 tahun cahaya, dan hanya mengandung sekitar 60 bintang. Berat totalnya diperkirakan hanya 16 kali massa matahari.
Melansir Live Science pada Kamis (15/05/2025), para ahli masih mempertanyakan apakah UMa3/U1 benar-benar layak disebut galaksi, atau sebenarnya hanya sekadar gugusan bintang (star cluster) yang sangat kecil. Pasalnya, UMa3/U1 tidak menunjukkan karakteristik yang biasa dimiliki oleh galaksi besar seperti Galaksi Andromeda atau Bimasakti, yang berisi ratusan miliar bintang dan didominasi oleh materi gelap.
Di sisi lain, UMa3/U1 juga tidak menyerupai gugus bintang terbuka seperti Pleiades, yang mudah dikenali dan telah dipelajari dengan baik. Sebagai perbandingan, Pleiades memiliki diameter hampir sama dengan UMa3/U1, yakni sekitar 20 tahun cahaya.
Namun, Pleiades mengandung lebih dari 1.000 bintang dan massanya mencapai 800 kali massa matahari, jauh lebih besar daripada UMa3/U1. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan penting dalam astrofisika, apakah UMa3/U1 mengandung materi gelap seperti galaksi katai ultra-redup (ultra-faint dwarf galaxy/UFD)?
Dalam model standar kosmologi, materi gelap merupakan elemen dominan di hampir seluruh galaksi. Sebagai contoh, Bimasakti memiliki kandungan materi gelap sekitar 85 persen dari total massanya.
Bahkan, galaksi katai ultra-redup diketahui memiliki kandungan materi gelap hingga seribu kali lebih banyak daripada materi bercahayanya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para peneliti melakukan dua jenis pengujian.
Pertama, mereka menganalisis dinamika bintang-bintang di UMa3/U1, dengan pendekatan simulasi berdasarkan asumsi bahwa objek tersebut adalah sebuah gugus bintang. Hasil simulasi menunjukkan bahwa gugus ini bisa bertahan selama 2 hingga 3 miliar tahun, waktu yang relatif pendek dibandingkan perkiraan usia 11 miliar tahun.
Namun, fakta bahwa gugus ini masih bertahan menunjukkan bahwa ia mungkin lebih stabil daripada gugus biasa. UMa3/U1 juga memiliki struktur yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan tanpa mempertimbangkan pengaruh materi gelap.
Fungsi Massa
Tes kedua yang dilakukan adalah fungsi massa, yaitu analisis distribusi massa bintang berdasarkan jaraknya dari pusat objek. Jika UMa3/U1 adalah gugus bintang, massanya seharusnya terdistribusi merata.
Namun jika UMa3/U1 adalah galaksi, maka massa bintang akan lebih terkonsentrasi di pusatnya. Dalam kasus ini, data menunjukkan distribusi yang lebih mendekati model gugus bintang.
Namun ada tantangan dalam observasi jika UMa3/U1 adalah galaksi, kemungkinan besar inti pusatnya berisi bintang-bintang redup seperti katai putih dan bintang neutron, yang sangat sulit diamati dengan teleskop saat ini. UMa3/U1 ditemukan dalam survei langit luas yang menggunakan teleskop modern beresolusi tinggi, seperti Subaru Telescope di Hawaii dan Gaia Space Observatory milik ESA.
Penemuan objek sekecil ini sangat menantang karena luminositasnya yang sangat rendah. Namun, objek seperti UMa3/U1 sangat penting karena dapat membantu menjelaskan proses pembentukan galaksi skala kecil serta peran materi gelap dalam struktur semesta.
Secara keseluruhan, sebagian besar bukti yang tersedia saat ini mendukung hipotesis bahwa UMa3/U1 adalah sebuah gugus bintang, bukan galaksi. Namun, tim peneliti menekankan bahwa pengamatan lebih lanjut terhadap galaksi katai ultra-redup lainnya sangat dibutuhkan untuk membangun pemahaman yang lebih akurat mengenai batas-batas antara gugus bintang dan galaksi mini.
(Tifani)