:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5241360/original/031067900_1748948197-AP25142326631170.jpg)
Liputan6.com, Ulaanbaatar – Mongolia tengah dilanda krisis politik baru setelah perdana menterinya mengumumkan pengunduran diri. Langkah ini diambil menyusul aksi protes yang berlangsung selama berminggu-minggu, dipicu oleh gaya hidup mewah keluarganya yang menjadi sorotan publik.
Anak-anak muda Mongolia turun ke jalan di ibu kota untuk menekan Perdana Menteri Luvsannamsrain Oyun-Erdene mundur. Menurut BBC, dia kehilangan mosi percaya di parlemen pada Selasa (3/6/2025), sebelum akhirnya menyatakan mundur.
Aksi protes tersebut dipicu oleh unggahan-unggahan di media sosial yang menjadi viral, menampilkan lamaran spektakuler putra perdana menteri yang berusia 23 tahun, serta gaya hidup mereka yang penuh kemewahan — termasuk naik helikopter, cincin bernilai tinggi, tas desainer, dan mobil kelas atas.
Kecurigaan publik pun meningkat mengenai dari mana sang anak memperoleh kekayaan sebesar itu, terutama karena Perdana Menteri Oyun-Erdene selama ini dikenal berkampanye sebagai sosok yang berasal dari keluarga pedesaan dan bukan keluarga kaya.
“Tanpa sumber penghasilan yang jelas, pertunjukan tas-tas bermerek, perjalanan pribadi, dan gaya hidup kelas atas mereka merupakan tamparan telak bagi warga Mongolia biasa,” ujar Amina (28) anggota kelompok protes Ogtsroh Amarhan (Mundur Itu Mudah) seperti dilansir CNN.
Amina, yang memilih untuk hanya menggunakan satu nama demi alasan keamanan, mengatakan bahwa protes ini bukan hanya karena unggahan-unggahan di media sosial yang memamerkan kekayaan, namun juga karena hal tersebut mencerminkan jurang ketimpangan yang makin besar antara elite penguasa dan rakyat biasa.
Kemarahan publik juga diperparah oleh kenaikan biaya hidup, inflasi tinggi akibat perang Rusia di Ukraina, dan polusi udara parah di ibu kota yang dihuni oleh separuh penduduk negara itu.
“Biaya hidup di Mongolia meroket — banyak orang yang harus membayar hampir setengah dari penghasilan bulanan mereka untuk pajak, sementara untuk makan, sewa, atau bayar listrik saja mereka sudah kesulitan. Sekarang kebanyakan orang bukan lagi hidup dari gaji ke gaji — tapi dari pinjaman ke pinjaman, dari utang ke utang,” tegasnya.
Para pengunjuk rasa telah berkumpul hampir setiap hari selama dua pekan terakhir di Lapangan Sukhbaatar, pusat kota Ulaanbaatar, tepat di depan Istana Pemerintah. Mereka menuntut agar Oyun-Erdene membuka laporan keuangannya dan segera mundur dari jabatannya.
Kantor Perdana Menteri membantah tuduhan korupsi dan menyebutnya sama sekali tidak berdasar.
“Perdana Menteri secara rutin membuat laporan keuangan tahunan sesuai dengan hukum di Mongolia,” demikian pernyataan dari Kantor Perdana Menteri kepada CNN.
Pada Selasa, sebanyak 44 dari 88 anggota parlemen yang ikut serta dalam pemungutan suara rahasia memberikan dukungan kepada Oyun-Erdene, sementara 38 lainnya menolak. Untuk tetap menjabat, dia seharusnya mendapatkan dukungan dari setidaknya 64 dari total 126 anggota parlemen.
Korupsi Jadi Sorotan
… Selengkapnya
Selama beberapa dekade, Mongolia bergulat dengan masalah korupsi yang merajalela. Aksi-aksi protes kerap meletus akibat tuduhan bahwa pejabat pemerintah dan pelaku bisnis memperkaya diri sendiri dengan dana publik.
Pada tahun 2022, protes besar-besaran terjadi terkait skandal korupsi yang melibatkan dugaan penggelapan batu bara senilai miliaran dolar yang seharusnya diekspor ke China.
Meski para analis menyatakan tidak ada bukti bahwa Perdana Menteri Oyun-Erdene terlibat dalam kasus korupsi, unggahan media sosial anaknya memperdalam rasa frustrasi publik yang sudah lama curiga terhadap penyalahgunaan sumber daya negara oleh pejabat terpilih mereka.
“Saya ingin masyarakat yang adil, di mana orang biasa bisa bersuara, dan para pejabat pemerintah bertanggung jawab. Melihat begitu banyak ketimpangan, ketidakadilan, dan arogansi dari mereka yang berkuasa membuat saya terdorong untuk angkat suara,” kata Ariunzaya Khajidmaa (23), warga Ulaanbaatar yang ikut dalam aksi protes bersama bayinya yang baru berusia dua bulan.
Sebagian dari kekecewaan publik turut disebabkan oleh lambatnya penanganan kasus-kasus korupsi yang diproses di sistem peradilan. Hal ini memicu keraguan terhadap independensi lembaga peradilan di Mongolia.
Indeks Freedom House tahun 2024 menyebutkan bahwa korupsi dan pengaruh politik dalam kerja sehari-hari para hakim masih menjadi perhatian.
“Kalau kita lihat indeks korupsi, angkanya malah menurun. Salah satu penjelasannya adalah meskipun perdana menteri telah membongkar banyak kasus korupsi, tidak ada tindakan lanjutan. Jadi, sekarang semua orang mulai menyoroti lembaga peradilan,” ujar analis politik Mongolia Bolor Lkhaajav.
Menurut Transparency International, tingkat korupsi di Mongolia memburuk sejak Oyun-Erdene berkuasa. Tahun lalu, negara ini menempati peringkat ke-114 dari 180 negara dalam hal transparansi pemerintahan.
Mengutip CNN, Oyun-Erdene dan putranya secara sukarela melaporkan diri kepada lembaga anti-korupsi Mongolia untuk diperiksa atau diaudit terkait dugaan penyimpangan atau korupsi.