:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1638045/original/047427100_1499061725-gavel-1017953_960_720__Pixabay.jpg)
Liputan6.com, Beijing – Seorang manajer senior di China bagian Timur memenangkan gugatan melawan perusahaannya setelah ia dipecat karena mencium seorang rekan perempuan di kantor — sebuah kasus kontroversial yang kembali mencuat dan memicu perdebatan hangat di media sosial Tiongkok.
Meski putusan akhir pengadilan telah keluar sejak tahun 2017, kasus ini kembali menarik perhatian setelah Serikat Pekerja Umum Shanghai membagikan ringkasannya secara daring pada 22 Mei lalu. Ringkasan tersebut dipublikasikan sebagai bagian dari kampanye edukasi hukum ketenagakerjaan, meskipun alasan mengapa kasus ini baru diangkat sekarang tidak dijelaskan.
Tokoh utama dalam perkara ini adalah Lin, seorang manajer produksi di sebuah perusahaan pelayaran asing yang beroperasi di Qingdao, Provinsi Shandong. Ia diberhentikan dari jabatannya pada Mei 2015, dengan tuduhan melanggar kebijakan perusahaan setelah tertangkap kamera pengawas tengah memeluk dan mencium seorang rekan perempuan bermarga Shi di tangga kantor.
Pihak perusahaan menilai tindakan tersebut sebagai pelecehan seksual dan dugaan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk memberikan promosi yang tidak semestinya kepada Shi. Namun, status hubungan pribadi mereka maupun status perkawinan keduanya tidak dijelaskan dalam dokumen putusan, dikutip dari laman SCMP, Selasa (3/6/2025).
Merasa difitnah dan diperlakukan tidak adil, Lin menggugat balik perusahaannya ke pengadilan. Ia membantah tuduhan pelecehan dan meminta agar posisinya dikembalikan serta menuntut kompensasi atas pemecatannya.
Pengadilan tingkat pertama di Qingdao menyetujui alasan perusahaan, menyebut perilaku Lin tidak pantas dan bertentangan dengan etika perusahaan yang berlaku bagi para eksekutif. Namun, Lin tak menyerah dan mengajukan banding.
Pada tingkat banding, arah kasus berubah. Pengadilan menemukan bahwa perusahaan tidak dapat membuktikan adanya keuntungan pribadi yang diterima Lin akibat posisinya. Selain itu, hakim menilai bahwa standar moral yang disebutkan perusahaan bersifat anjuran, bukan aturan yang mengikat secara hukum.
Berita video sederet keputusan kontroversial wasit Nasrullo Kabirov, yang dinilai tidak adil pada laga pembuka Piala Asia U-23 2024 antara Qatar U-23 vs Timnas Indonesia U-23.
Pengakuan di Pengadilan
… Selengkapnya
Dalam proses banding, Shi sendiri menyatakan di hadapan hakim bahwa ia memiliki “hubungan baik” dengan Lin dan tidak pernah merasa dilecehkan, diancam, atau ditekan secara profesional oleh Lin.
Akhirnya, pada Februari 2017, pengadilan tinggi memutuskan bahwa pemecatan Lin tidak sah. Perusahaan diwajibkan untuk mempekerjakannya kembali dan membayar kompensasi selama masa ia diberhentikan. Jumlah kompensasi yang harus dibayarkan pun tidak kecil — setara dengan pendapatan tahunan Lin, yakni sekitar 1,13 juta yuan (sekitar 157 ribu dolar AS).
Putusan ini langsung memantik pro-kontra di media sosial Tiongkok. Banyak yang menilai keputusan pengadilan sebagai pelajaran penting soal pentingnya memahami hukum ketenagakerjaan.
“Kasus ini mengajarkan kita pentingnya memahami hak kita sebagai pekerja,” tulis seorang warganet.
Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan moralitas di balik putusan tersebut.
“Bagaimana bisa hakim mengabaikan fakta bahwa tindakan mereka melanggar norma sosial dan ketertiban umum?” tulis pengguna lain.
Kasus Lin membuka ruang diskusi luas di tengah masyarakat Tiongkok: sampai di mana batas antara hubungan pribadi dan profesional di tempat kerja, serta bagaimana hukum seharusnya menilai persoalan moral yang tidak selalu hitam putih.
… Selengkapnya