:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1597384/original/022591300_1543917172-Iran.jpg)
Liputan6.com, Teheran – Menteri Intelijen Iran Esmail Khatib mengklaim pada Minggu (8/6/2025), pihaknya memperoleh “harta karun penting” berupa dokumen-dokumen berisi informasi sensitif milik Israel, termasuk soal fasilitas nuklirnya.
“Anggota Kementerian Intelijen (Iran) berhasil memperoleh harta karun penting berupa intelijen strategis, operasional, dan ilmiah dari rezim zionis, dan telah dibawa masuk ke dalam negeri dengan pertolongan Tuhan,” ujar Khatib dalam wawancara dengan reporter televisi pemerintah Iran setelah rapat kabinet pada Minggu seperti dilansir AP.
Dia menambahkan telah mengantongi dokumen dalam jumlah sangat besar — mencapai ribuan halaman — dan menegaskan bahwa seluruh dokumen itu akan segera dipublikasikan.
Menurut klaimnya, di antara dokumen-dokumen tersebut terdapat pula yang berkaitan dengan Amerika Serikat (AS), Eropa, dan negara-negara lain, yang diperoleh melalui infiltrasi dan akses ke sejumlah sumber.
Khatib telah dijatuhi sanksi oleh Kementerian Keuangan AS pada 2022 karena diduga mengarahkan spionase siber dan serangan ransomware demi mendukung tujuan politik Iran.
Israel, yang memiliki program senjata atom yang tidak diakui secara resmi dan menjadikannya satu-satunya negara di Timur Tengah dengan bom nuklir, tidak memberikan pernyataan mengenai adanya operasi Iran yang menargetkannya. Namun, beberapa warga Israel telah ditangkap karena diduga menjadi mata-mata untuk Teheran di tengah perang Israel-Hamas di Gaza.
Sementara itu, Iran kemungkinan akan menghadapi kecaman dari Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) minggu ini, terkait sejumlah pertanyaan yang belum terjawab mengenai program nuklirnya. Iran juga telah memberi isyarat akan menolak proposal dari AS setelah lima putaran negosiasi, yang berpotensi membuat krisis nuklir yang sudah berlangsung lama kembali memanas.
Operasi Balasan?
… Selengkapnya
Klaim ini, bagi Iran, dinilai bertujuan menunjukkan kepada publik bahwa mereka mampu merespons operasi Israel pada 2018. Saat itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa agen-agen Israel berhasil menyelundupkan keluar “setengah ton” dokumen yang berkaitan dengan program nuklir Iran.
Pengumuman tersebut disampaikan sesaat sebelum Presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran 2015 pada masa jabatan pertamanya. Kesepakatan ini membatasi program nuklir Iran secara signifikan sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi.
Pekan ini, negara-negara Barat diperkirakan akan mengajukan proposal ke Dewan Gubernur IAEA untuk menyatakan bahwa Iran tidak patuh terhadap pengawasan badan nuklir PBB tersebut. Ini bisa menjadi pertama kalinya dalam beberapa dekade sebuah langkah seperti itu diambil dan kemungkinan besar akan membawa isu ini ke Dewan Keamanan PBB.
Salah satu negara Barat yang menjadi bagian dari perjanjian nuklir Iran tahun 2015 bisa saja memicu mekanisme yang disebut sebagai “snapback”, yaitu pemberlakuan kembali sanksi-sanksi PBB terhadap Iran.
Iran saat ini memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60 persen — hanya selangkah secara teknis dari tingkat kemurnian 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir.
Di lain sisi, tanpa adanya kesepakatan dengan AS, ekonomi Iran yang telah lama terpuruk dapat semakin memburuk, memperparah ketidakpuasan yang telah lama mendidih di dalam negeri. Israel atau Amerika Serikat juga bisa saja melancarkan serangan udara yang telah lama mereka ancamkan terhadap fasilitas nuklir Iran. Para ahli khawatir bahwa, sebagai tanggapan, Iran mungkin akan memutuskan untuk benar-benar mengakhiri kerja samanya dengan IAEA dan bergegas menuju pengembangan senjata nuklir.