:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3928136/original/027129900_1644378997-20220209-Emmanuel-Macron-Volodymyr-Zelensky-5.jpg)
Liputan6.com, Paris – Dalam sebuah langkah yang memperlihatkan semakin besarnya perhatian internasional terhadap Greenland, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan bersejarah ke pulau Arktik itu. Kunjungan ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai bentuk dukungan Eropa terhadap Greenland, sekaligus sinyal diplomatik yang ditujukan kepada Presiden AS Donald Trump.
Setibanya di ibu kota Nuuk pada Sabtu pagi, Macron disambut oleh cuaca dingin dan berangin khas Arktik, namun sambutan hangat menantinya dari warga setempat.
“Ini sangat besar bagi kami. Sepanjang sejarah, kami belum pernah menerima kunjungan presiden negara mana pun, jadi kunjungan ini sangat kami sambut,” ujar pejabat senior Greenland, Kaj Kleist, dikutip dari laman BBC, Minggu (15/6/2025).
Sebagai kota kecil dengan populasi kurang dari 20.000 jiwa, kehadiran seorang kepala negara besar beserta rombongannya menjadi peristiwa yang luar biasa. Konsultan sekaligus pembawa acara podcast lokal, Arnakkuluk Jo Kleist, menambahkan, “Orang-orang pasti penasaran mendengar pesan apa yang akan dibawa Macron. Ia memang Presiden Prancis, tetapi kehadirannya juga mewakili Eropa. Ini adalah pesan kuat bahwa Greenland tidak untuk dijual, dan mendukung kedaulatan Denmark.”
Dalam beberapa bulan terakhir, Greenland — wilayah semi-otonom milik Denmark dengan populasi sekitar 56.000 jiwa — memang berada di tengah pusaran geopolitik. Presiden Trump secara terbuka menyatakan keinginannya membeli Greenland dengan alasan keamanan nasional Amerika Serikat, bahkan tak menutup kemungkinan menggunakan kekuatan militer. Tekanan dari Washington membuat Denmark dan Greenland semakin mendekatkan diri ke Uni Eropa.
Kunjungan Macron sendiri merupakan yang pertama dilakukan pemimpin dunia sejak Jens-Frederik Nielsen menjabat sebagai Perdana Menteri Greenland. Dalam pertemuannya, kedua pemimpin membahas berbagai isu strategis, termasuk keamanan di kawasan Atlantik Utara dan Arktik, perubahan iklim, pembangunan ekonomi, serta potensi eksplorasi mineral penting. Setelah kunjungan ini, Macron dijadwalkan melanjutkan perjalanan ke Kanada untuk menghadiri KTT G7, di mana Greenland juga akan menjadi salah satu topik hangat yang dibahas.
Keinginan Trump beli Greenland ditolak pemerintah setempat. Di balik itu ada beberapa fakta unik mengenai Greenland.
Respons PM Denmark
… Selengkapnya
Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, yang turut hadir dalam pertemuan ini, menyebut kunjungan Macron sebagai “bukti nyata persatuan Eropa” di tengah tantangan kebijakan luar negeri dalam beberapa bulan terakhir.
“Macron tidak datang hanya untuk Greenland. Kunjungan ini juga bagian dari permainan geopolitik global,” ungkap Kaj Kleist. Prancis termasuk negara pertama yang secara terbuka menentang ambisi Trump terhadap Greenland. Bahkan, Prancis sempat menawarkan dukungan militer, meskipun tawaran itu ditolak oleh Denmark.
Beberapa hari sebelum kunjungannya, Macron menegaskan sikapnya saat berbicara di Konferensi Kelautan PBB di Nice. “Lautan tidak untuk dijual, Greenland tidak untuk dijual, Arktik dan lautan lainnya juga bukan untuk diperjualbelikan,” tegasnya. Pernyataan itu disambut antusias oleh Perdana Menteri Greenland, Jens-Frederik Nielsen. “Prancis sudah mendukung kami sejak awal, dan kami sangat menghargai itu,” tulisnya di Facebook.
Menurut Ulrik Pram Gad, peneliti senior di Danish Institute for International Studies, kunjungan Macron memberikan pesan kuat, terutama dibandingkan kunjungan Wakil Presiden AS JD Vance beberapa bulan sebelumnya yang dinilai kurang signifikan secara diplomatik. “Ini adalah sinyal penting, baik untuk publik Amerika maupun kepada Presiden Trump sendiri,” ujarnya.
Tekanan dan Washington D.C
… Selengkapnya
Sementara itu, tekanan dari Washington terhadap Denmark terus meningkat. Baru-baru ini, JD Vance mengecam Denmark karena dianggap kurang berinvestasi dalam keamanan di kawasan tersebut. Bahkan, laporan Wall Street Journal mengungkap adanya perintah kepada badan intelijen AS untuk meningkatkan pengawasan di Greenland. Lebih jauh lagi, dalam sidang Kongres AS, Menteri Pertahanan Pete Hegseth mengisyaratkan bahwa Pentagon telah menyiapkan rencana darurat untuk merebut Greenland secara paksa “jika diperlukan”.
Meski begitu, Denmark mencoba menavigasi tekanan ini dengan hati-hati. Parlemen Denmark baru saja meloloskan undang-undang kontroversial yang mengizinkan penempatan pasukan AS di wilayahnya serta menyetujui anggaran tambahan sebesar $1,5 miliar untuk memperkuat pertahanan di Greenland. Keberadaan militer yang meningkat ini terlihat dari aktivitas fregat Angkatan Laut Denmark yang berpatroli di sekitar Nuuk Fjord dan helikopter yang melintas di atas kota selama akhir pekan.
“Dalam beberapa bulan terakhir, Denmark tampak mulai beralih dari strategi keamanan yang sangat transatlantik menuju pendekatan yang lebih pro-Eropa,” ujar Ulrik Gad.
Di sisi lain, Uni Eropa pun memperbesar keterlibatannya di kawasan Arktik. Awal bulan ini, blok perdagangan tersebut menandatangani kesepakatan investasi di tambang grafit Greenland — mineral penting yang digunakan dalam baterai — sebagai bagian dari upaya mengamankan pasokan sumber daya strategis di tengah dominasi China dan ketegangan dengan Rusia akibat perang di Ukraina.
Menurut Marc Jacobsen, profesor di Royal Danish Defense College, kunjungan Macron ke Greenland juga mencerminkan upaya Prancis memperkuat kemandirian Eropa dari pengaruh Amerika Serikat. “Ini berkaitan dengan perubahan situasi keamanan di Atlantik Utara dan Arktik,” ujarnya. “Ini adalah sinyal yang sangat kuat bahwa Prancis memandang serius keamanan Eropa.”