:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4928474/original/073159500_1724676923-Untitled.jpg)
Liputan6.com, Teheran – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengeluarkan teguran keras kepada Presiden AS Donald Trump pada hari Jumat (27/6), memperingatkan bahwa setiap upaya untuk mencapai kesepakatan dengan Teheran harus dimulai dengan perubahan nada terhadap Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
“Jika Presiden Trump benar-benar menginginkan kesepakatan, ia harus mengesampingkan nada tidak sopan dan tidak dapat diterima terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, dan berhenti menyakiti jutaan pengikutnya yang tulus,” tulis Araghchi di X seperti dikutip dari Anadolu Agency, Minggu (29/6/2025).
Pernyataannya muncul setelah Trump mengumumkan bahwa ia segera menghentikan pekerjaan untuk meringankan sanksi bagi Iran setelah Khamenei mengatakan negaranya telah meraih kemenangan melawan AS.
“Mengapa yang disebut ‘Pemimpin Tertinggi’, Ayatollah Ali Khamenei, dari Negara Iran yang dilanda perang, mengatakan dengan begitu terang-terangan dan bodoh bahwa ia memenangkan Perang dengan Israel, ketika ia tahu pernyataannya adalah kebohongan, itu tidak benar. Sebagai orang yang beriman besar, ia tidak seharusnya berbohong,” tulis Trump di Truth Social, seraya menambahkan bahwa Iran “selalu begitu marah, bermusuhan, dan tidak senang.”
Iran Tak Akan Biarkan Orang Lain Tentukan Takdirnya
… Selengkapnya
Menlu Araghchi mengatakan Iran menghargai kemerdekaannya dan tidak akan pernah membiarkan siapa pun menentukan takdirnya.
“Rakyat Iran yang Hebat dan Berkuasa, yang menunjukkan kepada dunia bahwa rezim Israel TIDAK PUNYA PILIHAN selain BERLARI ke ‘Ayah’ untuk menghindari dihancurkan oleh Rudal kita, tidak menerima Ancaman dan Hinaan dengan baik.
“Jika Ilusi mengarah pada kesalahan yang lebih buruk, Iran tidak akan ragu untuk mengungkap Kemampuan Nyatanya, yang pasti akan MENGAKHIRI Delusi apa pun tentang Kekuatan Iran. Niat baik menghasilkan niat baik, dan rasa hormat menghasilkan rasa hormat,” imbuhnya.
AS menjatuhkan enam bom penghancur bunker di fasilitas nuklir Fordo pada 22 Juni dan meluncurkan puluhan serangan rudal jelajah berbasis kapal selam di dua lokasi lain di Natanz dan Isfahan sebagai bagian dari kampanyenya melawan program nuklir Iran.
Putaran keenam pembicaraan antara AS dan Iran dijadwalkan pada 15 Juni, tetapi Israel melancarkan serangan udara di lokasi militer, nuklir, dan sipil Iran pada 13 Juni.
Konflik 12 hari antara Israel dan Iran terhenti di bawah gencatan senjata yang disponsori AS yang mulai berlaku pada 24 Juni.