:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5219986/original/092714600_1747268337-Untitled.jpg)
Liputan6.com, Washington, DC – Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Senin (30/6/2025), yang mengakhiri sebagian besar sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap Suriah. Langkah ini adalah wujud dari janji yang dia sampaikan kepada pemimpin sementara baru negara tersebut.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan bahwa langkah ini dirancang untuk mendorong dan mendukung jalur Suriah menuju stabilitas dan perdamaian.
“Perintah eksekutif ini dimaksudkan untuk mengakhiri isolasi negara itu dari sistem keuangan internasional, membuka jalan bagi perdagangan global, dan mendorong investasi dari negara-negara tetangganya di kawasan, serta dari AS,” kata pejabat sementara untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan di Kementerian Keuangan AS Brad Smith kepada wartawan pada Senin pagi seperti dilansir AP.
Gedung Putih mengunggah teks perintah eksekutif tersebut di platform media sosial X setelah penandatanganan, yang tidak terbuka untuk liputan media.
Tindakan pada Senin ini tidak mencabut sanksi yang dikenakan terhadap mantan Presiden Bashar al-Assad yang telah digulingkan, serta para pembantunya, anggota keluarganya, dan pejabat-pejabat rezim yang ditetapkan terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, perdagangan narkoba, atau menjadi bagian dari program senjata kimia Suriah. Sanksi-sanksi ini dikenal sebagai Sanksi Caesar—sebuah paket sanksi yang secara khusus ditujukan kepada Assad dan kroni-kroninya—dan hanya dapat dicabut melalui undang-undang.
Sebagian Tetap Berlaku
… Selengkapnya
AS telah memberikan pengecualian sanksi yang luas kepada Suriah pada Mei lalu, menandai langkah awal dalam memenuhi janji Trump untuk mencabut sanksi ekonomi yang telah berlaku selama setengah abad terhadap negara yang hancur akibat perang saudara selama 13 tahun.
Selain mencabut sanksi ekonomi, perintah eksekutif yang ditandatangani pada Senin juga mengakhiri status darurat nasional terhadap Suriah yang sebelumnya ditetapkan melalui perintah eksekutif oleh mantan Presiden George W. Bush. Status darurat tersebut diberlakukan sebagai respons atas pendudukan Suriah di Lebanon serta upayanya untuk mengembangkan senjata pemusnah massal dan program rudal. Hal ini disampaikan oleh para pejabat Kementerian Keuangan AS.
Lima perintah eksekutif lain yang dikeluarkan dalam beberapa tahun terakhir dan masih terkait dengan Suriah pun ikut dicabut.
Sanksi-sanksi yang menargetkan kelompok teroris serta produsen dan penjual stimulan sejenis amfetamin yang dikenal sebagai Captagon tetap diberlakukan.
Trump bertemu dengan pemimpin sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, di Arab Saudi pada Mei dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan mencabut sanksi dan mengeksplorasi normalisasi hubungan dalam perubahan besar kebijakan AS terhadap Suriah.
“Ini adalah janji yang ditepati,” kata Leavitt pada Senin.
Uni Eropa telah mengikuti langkah AS dengan mencabut hampir semua sanksi yang tersisa terhadap Suriah.
Namun, beberapa penetapan hukum tetap berlaku. AS masih mencantumkan Suriah dalam daftar negara sponsor terorisme dan kelompok yang dipimpin oleh al-Sharaa tetap berstatus sebagai organisasi teroris asing.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya sedang meninjau penetapan tersebut.