:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4787253/original/010229400_1711600336-Francesca_Albanese.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese memicu seruan agar tindakan hukum diajukan ke Mahkamah Internasional (ICJ) dengan dasar kekebalan diplomatik yang dimilikinya.
Albanese dijatuhi sanksi oleh AS pada Rabu (9/7/2025) sehubungan dengan tugasnya sebagai pakar PBB yang mengawasi tindakan Israel dan AS di wilayah pendudukan Palestina.
Konvensi PBB tahun 1946 tentang Hak Istimewa dan Kekebalan, yang turut diratifikasi oleh AS, menetapkan bahwa pelapor khusus PBB memiliki kekebalan dari segala bentuk proses hukum. Kekebalan ini dimaksudkan untuk memungkinkan para pakar PBB menjalankan tugasnya secara independen tanpa gangguan.
ICJ, sebagai pengadilan tertinggi PBB, tidak memiliki yurisdiksi atas AS dalam sengketa antarnegara tanpa persetujuan AS. Namun, negara-negara lain dapat meminta Majelis Umum PBB atau badan resmi PBB lainnya untuk membawa isu ini ke ICJ guna dimintakan pendapat penasihat (advisory opinion), yang meskipun tidak mengikat, tetap menjadi keputusan hukum yang bersifat otoritatif.
“Sekretaris jenderal PBB bisa saja mengajukan protes langsung kepada AS atas pelanggaran ini dan meminta agar sanksi dicabut atau Majelis Umum PBB dapat meminta pendapat penasihat dari ICJ,” jelas Ben Saul, Pelapor Khusus PBB untuk Kontraterorisme dan Hak Asasi Manusia seperti dilansir MEE.
Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International—organisasi hak asasi manusia terbesar di dunia—dan mantan pelapor khusus PBB, mengatakan bahwa PBB dan negara-negara anggota harus bertindak untuk melindungi Albanese dari dampak sanksi tersebut.
“Saya rasa yang lebih mungkin memberikan dampak adalah ketika pemerintah lain, termasuk pemerintah negara asal Albanese dan Uni Eropa, mengambil sikap tegas terhadap sanksi ini,” ujarnya kepada MEE. “Tapi kita tidak boleh membiarkan PBB lepas tangan dan kita perlu menuntut agar lembaga ini memberikan respons atas serangan ini.”
Juru bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric pada Kamis (10/7) mengecam sanksi AS ”tidak dapat diterima”, namun tidak menyebutkan langkah konkret apa yang akan diambil untuk melindungi Albanese.
Balakrishnan Rajagopal, Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Perumahan yang Layak, menekankan bahwa PBB memiliki kewajiban untuk bertindak.
“Secara hukum, PBB harus menyatakan dengan tegas bahwa semua pelapor khusus memiliki kekebalan dari segala bentuk proses hukum dan harus difasilitasi untuk menjalankan tugas mereka selama masa jabatan, termasuk hak mereka untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB di New York,” ungkap Rajagopal kepada MEE.
“PBB juga harus siap membela secara hukum hak para pelapor khusus di hadapan pengadilan internasional yang relevan seperti ICJ.”
Pemicu Sanksi AS
… Selengkapnya
Pelapor khusus PBB adalah pakar independen yang ditunjuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa untuk memantau, melaporkan, dan memberikan nasihat mengenai isu-isu HAM tertentu atau situasi di negara tertentu.Karena sering mengkritik kebijakan HAM negara-negara, mereka kerap menjadi sasaran pembalasan. Beberapa di antaranya, termasuk Callamard dan Albanese, pernah dinyatakan sebagai persona non grata atau diancam tuntutan hukum. Namun, sanksi terhadap Albanese adalah yang pertama kali terjadi.
Sanksi ini dijatuhkan menyusul laporan tajam yang dirilis Albanese pada 30 Juni, di mana dia menuduh lebih dari 60 perusahaan—termasuk sejumlah raksasa teknologi asal AS—terlibat dalam mengubah ekonomi pendudukan Israel menjadi apa yang dia sebut sebagai “ekonomi genosida”.
Laporan tersebut menyerukan agar Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan sistem peradilan nasional menyelidiki dan menuntut para eksekutif perusahaan berikut perusahaannya, serta meminta negara-negara anggota PBB memberlakukan sanksi dan pembekuan aset.
Dalam pernyataan yang mengumumkan sanksi, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menuduh Albanese melakukan “perang ekonomi” terhadap negaranya dan berupaya mendorong tindakan ICC terhadap entitas AS dan Israel.
Sanksi akan membekukan aset apa pun milik Albanese di AS dan kemungkinan besar membatasi kemampuannya untuk bepergian ke AS.Albanese adalah warga negara Italia. Meskipun Uni Eropa belum menjatuhkan sanksi secara resmi, jika sanksi AS diberlakukan sepenuhnya, dia tetap dapat mengalami kesulitan dalam melakukan transaksi keuangan di wilayah Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lembaga keuangan Eropa yang bergantung pada sistem keuangan AS dan cenderung menghindari individu yang masuk daftar sanksi AS demi menghindari risiko tersingkir dari akses ke pasar AS.
Ketika ditanya tentang bagaimana sanksi itu akan berdampak pada dirinya, keluarganya, dan pekerjaannya, Albanese menjawab, “Tentu saja ini akan berdampak pada saya … Ini penting bagi saya dan keluarga saya. Dan kami akan bertahan; kami akan berkorban.”
“Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan. Kami akan terus melakukan apa yang kami lakukan untuk menentang genosida.”
Saat ini, Mahkamah Internasional (ICJ) tengah memeriksa perkara terkait legalitas serangan Israel terhadap PBB. Kasus ini dipicu oleh keputusan Israel pada Oktober lalu yang melarang operasional lembaga PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA). Keputusan ini memicu kecaman global karena dinilai melanggar Piagam PBB, khususnya ketentuan tentang hak istimewa dan kekebalan lembaga-lembaga PBB.